Konci, dengan aksen
bugis dan suara yang halus, ibu-ibu sambil melebarkan bibir dan sumringah
menatap lawannya dengan ekspresi kemenangan. Dia baru saja menamparkan lembaran
domi ke lantai, konci atau kunci biasa juga disebut kandang dan menutup putaran
domi lalu menghitung mata domi dengan jumlah terendahlah yang menang. Tentu ibu
aji yang mengunci tadi sebagai pemenangnya kali ini, dia tersenyum terus dengan
cipo’-cipo’ di kepala, cipo’ itu adalah sebuah simbol bagi perempuan yang telah menunaikan haji dan
akan disapa dengan panggilan pung aji, ibu aji atau melekatkan aji di depan
namanya.
Saya duduk di ruangan
depan, memandangi ibu-ibu di ruangan tengah dengan cahaya yang seadanya, saya
mengira mereka sedang sibuk memotong bawang, atau membuat kue dan makanan untuk
persiapan menjamu para tamu besoknya. Ternyata keliru, mereka sibuk bermain
domino.
Suasana malam yang
meriah, ruangan tengah sebuah rumah panggung dipenuhi oleh ibu-ibu yang duduk
berkelompok 4 orang, lembaran domi berwarna kuning masing-masing di tangan,
menyusun strategi dan mengecoh lawan mengharap kemenangan. Dari puluhan pemain
hanya empat oranglah nantinya yang akan bertahan sebagai pemenang, mereka harus
lincah memainkan kartu agar panci atau daster bisa menjadi milik mereka dan
dituliskan namanya sebagai pemenang.
Jika di daerah lain, saat ada pesta biasanya hanya laki-laki lah yang mengikuti perlombaan main domino. Tapi di daerah ini berbeda, di perbatasan negara, mereka tidak mau kalah mengambil posisi dan menamparkan lembaran demi lembaran domi, mulai dari ibu-ibu hingga gadis-gadis yang tangannya masih halus, tidak kalah lincah memainkan kartu, permainan ini lebih menarik bagi mereka, dibandingkan keluar ke tempat terbuka dan mangkal atau sekedar lalu lalang dikeramaian untuk memancing atau menarik perhatian lawan jenis mereka.
Katanya, setiap ada
pesta atau acara keramaian lainnya, selalu ada pertandingan domino antar
ibu-ibu seperti ini. Saya berfikir mungkin ibu-ibu di daerah ini sudah mengenal
kesetaraan gender ala barat sehingga mereka juga ikut ambil posisi dan tidak
mau kalah dengan bapak-bapak, ataukah ini sekedar ajang ramai-ramai dan bersuka
cita di tengah aktivitas keseharian yang melelahkan. Entahlah. Yang jelas ini
adalah sebuah acara pesta yang orang harusnya bersuka cita dan berbahagia, jika
sekedar menghibur diri dan melepaskan penat, duduk bersama dan tertawa bermain
domino tidak ada salahnya, terlepas dari segala aspek pengatur seperti agama
dan pandangan sosial. ini cara mereka yang jauh dari keramaian dan kemajuan modernisasi untuk menghibur diri.
sebatik, 24 Jan 2014
acc..