catatan dari ujung pulau


Ini tidak melalui sebuah penelitian ilmiah yang lengkap dengan segala prasyarat sehingga dikatakan karya ilmiah. ini hanyalah sebuah catatan dari perjalanan mengunjungi tempat yang pertama kali saya datangi. Mungkin sebagian orang menganggap hal biasa, tapi menjadi tidak biasa oleh saya karena ini pertama kalinya.
Sei-nyamuk atau biasa disebut sungai nyamuk, kecamatan sebatik kalimantan utara, berbatasan langsung dengan malaysia. Ketika dulu saya berkunjung ke pulau lain, jawa misalnya, saya memang merasa berada di daerah lain, karena di lingkungan saya berada dipenuhi dengan percakapan bahasa lokal, atau ditandai oleh ornamen lokal sebagai simbol daerah tersebut. Tapi ketika sampai di sini (sebatik) setelah melalui perjalanan ribuan kilometer menggunakan kendaraan darat, udara dan laut, saya merasa tidak pergi kemana-mana, disambut dengan bahasa melayu sebagai bahasa pemersatu mereka, bukan bahasa indonesia yang sesuai dengan eyd, dan bahasa sehari-hari mereka ternyata bahasa bugis.
Saat malam, sedang ada pesta, duduk melingkar dengan beberapa warga, terlihat dari guratan wajah, mereka ini pekerja keras, ternyata betul, mereka perantau dari sulsel, senyum mereka disela gumpalan asap, tata bahasa dan tingkah, masih menggambarkan nuansa tanah asal mereka. Katanya, disini 80% penduduk dari bugis, sinjai, bone, enrekang, wajo, sidrap, pinrang, bulukumba, sebenarnya bukan hanya bugis karena ada juga makassar, tapi secara umum mereka menyebut bugis,  sisanya perantau dari jawa dan orang tidung sendiri. Terlihat di gambar yang diabadikan dari salah satu mesjid besar di kota sebatik, nama mesjid ditulis dengan huruf lontara..

Saya langsung teringat dengan daerah luwu-sulsel yang beberapa wilayah didiami oleh orang jawa dan bali, mereka hidup dan berkembang di sana, sama atau tidak dengan kasus ini, saya kurang paham. Jika di luwu ada beberapa kampung atau desa yang diberi nama jawa/bali, maka di sini pun demikian, tempat yang lagi ada pesta ini disebut kampung sinjai, desa lapri kec.sebatik. Orang bugis telah menguasi beberapa wilayah disebatik ini, penduduk lokal tergeser kepolosok gunung. Dan katanya orang terkaya di daerah ini adalah orang bone, jika ada bangunan-bangunan besar, tanah yang luas itu dimiliki oleh mereka yang berlabel bugis. Secara singkat mereka menjelaskan tentang penamaan dan pemilikan tanah di ujung borneo ini, awalnya mereka merantau ke malaysia sebagai TKI ilegal, karena ilegal sehingga pekerjaan mereka disana terbatas dan dibayangi ketakutan akan ditangkap, mereka memilih pergi dan singgah di daerah ini yang dekat dengan malaysia, cukup 15 menit menggunakan speedboot. Tanah ini masih kosong, sehingga mereka membuka lahan dan bercocok tanam, begitulah seterusnya hingga sekarang menjadi ramai.
Bagaimana dengan penduduk lokal? Katanya" penduduk lokal tidak pernah pusing dengan kehidupan, malah mereka sendiri yang menjual tanah mereka kepada para pendatang, kehidupan penduduk lokal sangat sederhana, rumah mereka seadanya, yang jelas bisa berteduh, jarang penduduk lokal yang berminat kerja keras mengumpulkan uang, kata mereka" kami  lahir disini, besar disini dan akan mati disini, apa yang akan kami kejar? Jika kehidupan kami hanya berputar disini, yang jelas masih bisa makan untuk melangsungkan hidup, berbeda dengan kalian para pendatang, kalian harus kerja keras mengumpulkan uang, karena kalian perantau yang punya cita-cita untuk kembali ke kampung masing-masing karena disana kehidupan kalian.
Lalu bagaimana dengan kehidupan para pendatang, khususnya orang-orang bugis, apakah akur-akur saja? "Kalau disini kehidupan orang-orang sangat baik, kecuali di daerah timur sana, wilayah tarakan yang juga didominasi oleh bugis, disana pernah terjadi konflik kurang lebih 3 hari antara orang bugis, terkhusus orang pinrang, letta' dengan orang tidung.."kata orang disini, sebenarnya orang tidung mulai kehilangan kesabaran, karena orang bugis disana (tarakan) selalu mengganggu orang tidung (mengganggu tanda kutip)..banyak korban yang berjatuhan, dan paling banyak itu bugis, katanya.
Apa pekerjaan orang-orang bugis disini? "Mereka bertani, berdagang atau jual-jualan, membuat tambak udang, tambak ikan bandeng dan menjadi perampok. Banyak orang bugis di sini yang jadi perampok, mengambil hasil tambak orang, dan bisa dikatakan bajak laut, karena mereka merampok orang-orang di atas kapal yang akan menyeberang pulau dengan menggunakan speedboot, yang dirampok pun sesama mereka orang bugis. Jika mereka ketahuan dan dikejar oleh polisi, cukup melewati perbatasan negara saja, mereka akan aman, apalagi di tengah laut ada perbatasan tiga negara, indonesia-malaysia-filipina.

Catatan dari ujung borneo, berdasarkan hasil jalan-jalan dan perbincangan dari beberapa orang disini.

Sebatik, 24 Jan 14, acc...

0 komentar:

Posting Komentar