Mungkin kita masih ingat beberapa tahun silam pernah
marak issu tentang radiasi yang dikeluarkan oleh Handphone bisa membuat orang
menjadi mandul, karena alasan itu sehingga banyak orang berbondong-bondong
membeli tempat Hp yang dijepitkan di pinggang, selain antisipasi mandul karena
radiasi, juga menjadi style tersendiri kala itu. Pancaran
gelombang elektromagnetik dari ponsel memiliki frekuensi antara 450 – 1800 MHz,
termasuk dalam daerah gelombang mikro, secara kuantitas relatif masih kecil
karena hanya berkisar sepersejuta elektron volt. Namun kalau jarak sumber
radiasi dengan materi cukup dekat, maka dampak radiasi elektromagnetik yang
dipancarkan oleh ponsel tidak boleh diabaikan begitu saja. Alasannya adalah
karena intensitas radiasi elektromagnetik yang diterima oleh materi akan
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, artinya makin dekat dengan sumber
radiasi, maka makin besar radiasi yang diterima. Persoalan akan lebih menarik
lagi, kalau waktu kontak atau waktu berbicara melalui ponsel diperhitungkan,
maka akumulasi dampak radiasi akibat pemakaian ponsel semakin besar. Gelombang
elektromagnetik ini dapat menyebabkan pemanasan pada jaringan tubuh. Jaringan
tubuh dipanaskan oleh rotasi dari molekul polar yang disebabkan oleh medan
elektromagnetik. Berbagai penelitian mengungkapkan beberapa penyakit dapat
ditimbulkan oleh radiasi ini seperti katarak, mandul, gangguan fungsi otak,
hingga tumor. Radiasi yang dikeluarkan oleh ponsel ini mirip dengan radiasi
yang dikeluarkan oleh computer ataupun laptop.
Jika dulu penggunaan Hp hanya sebatas
sms dan telepon bisa menyebabkan berbagai penyakit, bagaimana dengan sekarang
yang kadang orang tidur dengan Hp-nya. Apalagi sejak maraknya Smartphone dan
kemajuan teknologi yang berkembang luar biasa, memberi dampak yang sangat
signifikan. Jika dulu hanya sebatas kajian tentang apa dan bagaimana itu
globalisasi, maka sekarang kita telah berada pada era itu, dimana terjadi
perapatan ruang dan waktu. Kita dapat mengakses bebas informasi, berkomunikasi
dengan orang lain tanpa harus dibatasi ruang dan waktu. Atau seperti penjelasan
di atas misalnya, kita dapat membaca dan mengetahui informasi tentang efek radiasi yang dikeluarkan oleh
media yang kita gunakan sekarang ini, menggunakan media (hp, laptop, computer)
yang mengeluarkan efek radiasi untuk mengetahui efek radiasi itu sendiri.
Perkembangan teknologi ini direspon
antusias tentunya, apalagi bagi kalangan mahasiswa. Sudah sangat jarang
mahasiswa yang menggunakan Hp yang hanya difasilitasi Sms dan telepon, jika
mereka tidak mampu memiliki smartphone dengan berbagai fasilitas, paling tidak
mereka akan memiliki Hp dengan fasilitas senter. Berbagai alasan para mahasiswa
memiliki smartphone, mulai dari alasan agar tidak ketinggalan informasi,
memudahkan cari data kuliah, agar selalu eksist di media sosial, hingga sekedar
mengikuti trend. Jika penggunaan smartphone di kalangan mahasiswa sangat intens
dan tidak tepat guna, maka efek mandul tidak akan terelakkan. Efek radiasi yang
menyebabkan kemandulan mungkin bisa ditangkal dengan penemuan teknologi baru
nantinya, tapi bagaimana jika efek yang ditimbulkan adalah kemandulan secara sosial?
Sadar atau tidak, kecanggihan smartphone
akan mengarahkan penggunanya untuk individualis. Mereka akan sibuk dengan
komunikasi dunia maya, tapi bisa jadi akan melupakan dunia nyata dan
sekitarnya. Mahasiswa sebagai kontrol sosial atau pembawa perubahan, katanya,
akan sangat tragis jika terjerumus ke dalam dunia individualis seperti ini. Dulu
banyak mahasiswa yang antusias bergabung di sebuah organisasi atau komunitas
kampus, karena bisa menambah teman, sebagai tempat belajar dan sebagai sumber
informasi, tapi sekarang tidak lagi, sebagian lebih merasa nyaman dengan duduk
sendiri dan mengutak atik internet di tangan dan mendapatkan informasi yang
diinginkan. Ditambah lagi dengan media sosial yang semakin banyak, mulai dari
facebook yang berhasil menggusur friendster, tweeter yang sedang di atas angin,
path, Line, wechat, kakao talk, BBM, google +, dan masih banyak lagi, membuat
komunikasi maya meningkat dan komunikasi secara langsung menurun, dan di media sosial orang pun
lebih mudah menemukan teman baru. Diskusi pelataran tentang perubahan, tentang mereka yang tertindas, tentang revolusi misalnya, disingkirkan oleh status cengeng atau status untuk sekedar eksist.. dan kebanyakan orang lebih senang curhat di
beranda atau Timeline dibandingkan curhat langsung dengan tetangga bangkunya,
atau lebih senang chat dengan orang yang jauh dibandingkan bercerita langsung
dengan orang di sekitarnya. Padahal komunikasi lewat pesan atau chat tidak
memiliki ekspresi sehingga bisa menyebabkan terjadinya perbedaan makna. Ini juga
sering terlihat saat menghadiri acara bazar, kebanyakan kita akan menemui
teman-teman sibuk di depan laptop dengan akun media sosial masing-masing. Dan yang
paling menarik, biasanya mereka sibuk saling komentar di media sosial padahal
sedang duduk sebangku dan online bersama. Saya pernah bayangkan jika seorang
aktivis kampus tidak mau kalah eksist di media sosial, mungkin statusnya “huff…lagi
demo, nih”.. “lagi kajian with @anu @ini”.. “besok kajian apalagi yahh”..dll..
Jika organisasi kampus tidak cerdas
mencari pola baru, maka lama kelamaan akan punah seiring dengan menurunnya
minat mahasiswa untuk berorganisasi karena merasa nyaman dengan media sosial
yang bisa memberi layanan akses informasi secara bebas. Perkembangan teknologi
bukan hal yang salah, tapi penggunaan teknologi yang harus tepat dan
bermanfaat.
Sumber: - Wikipedia
- diskusi
By: acc
0 komentar:
Posting Komentar