sakit, semakin meningkat

Semakin lama semakin banyak jumlah rumah sakit yang dibangun, berbagai macam teknologi canggih dan obat-obatan baru bermunculan, harga pun akan berbanding lurus untuk mendapatkan fasilitas yang ada. Ruangan yang disiapkan mulai dari kelas menengah kebawah untuk pasien rawat inap, yang penjaga pasien biasanya tidur di kolom ranjang pasien, hingga kelas VVIP dengan fasilitas AC, kulkas, TV dan berbagai fasilitas mewah lainnya.
Semakin banyak rumah sakit, semakin banyak pula orang sakit. Beberapa orang yang pernah mencari ruangan untuk rawat inap katanya tidak bisa langsung mendapat ruangan yang diinginkan, biasanya harus menunggu dulu hingga beberapa hari.
Fenomena orang sakit yang mungkin setiap tahun jumlahnya terus bertambah mungkin dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang kurang sehat. Secara pribadi saya merasakan beberapa tahun terakhir banyak keluarga atau teman yang dikabarkan sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Ada yang kembali sembuh dan ada juga yang harus kembali bertemu dengan pencipta. Penyakit maag, usus, kolesterol, hypertensi, tumor, kista, kanker dan sebagainya sangat akrab terdengar di telinga saya saat 2005 awal hingga sekarang. Saya menganggap ini sebagai sebuah penurunan kualitas kesehatan dan ketahanan tubuh. Mungkin seirama dengan peningkatan teknologi dan instanisasi makanan bahkan instanisasi segala hal.
Sebagai perbandingan, masyarakat dahulu tidak begitu paham masalah steril, petani biasanya makan di tepi sawah saat  habis bekerja, cuci tangan seadanya, biasanya masih ada tanah yang tertinggal diselah kuku. Tapi mereka tidak juga merasakan sakit perut, atau muntah karena mungkin tangannya kotor dan  bercampur bakteri saat makan. Sekarang jika anak-anak mau makan diajarkan mencuci tangan pakai sabun, itupun sabun cair, jika sabun batang dikhawatirkan kuman akan berpindah. Semakin ketat aturan kesehatan bagi masyarakat saat ini, tapi semakin besar pula peluang serangan penyakit bagi tubuh.
Kondisi ligkungan sekarang yang serba zat kimia dan bahan-bahan canggih mungkin penyebab menurunnya daya tahan tubuh dan serangan penyakit. Serta aktifitas yang serba teknologi sehingga kadang otot harus tidur dari tugasnya. Nenek kita dulu untuk ke suatu tempat ditempuh dengan berjalan kaki, atau jika dari kebun dia harus memikul pisang atau kelapa pulang ke rumah, otomatis ototnya bekerja dan berkeringat, saat orang berkeringat terjadi pembakaran dalam tubuh, dan memungkinkan zat berbahaya  di dalam tubuh ikut keluar bersama cairan keringat tersebut. Sangat berbeda dengan kondisi orang sekarang pada umumnya, jika hendak ke suatu tempat kebanyakan menggunakan motor atau mobil sehingga tidak banyak tenaga yang keluar, ditambah aktifitas kerja yang duduk di meja dan fasilitas AC sehingga keringat pasti malu untuk keluar merayap di selah pori-pori. Ditambah dengan gaya hidup, makanan atau benda sehari-hari yang digunakan banyak mengandung zat kimia atau zat berbahaya lainnya. Misalnya pada gambar berikut: 


Tapi sekarang bukan hanya orang kantoran saja yang gampang diserang penyakit, dengan gaya hidup yang seperti di atas, tapi petani pun sudah banyak yang berguguran karena serangan penyakit berbahaya. Petani sebenarnya adalah korban dari keinginan untuk mendapatkan hasil yang banyak tanpa harus susah payah melawan musuh bebuyutan seperti hama, gulma, dan pengganggu lainnya, sehingga mereka menggunakan pestisida atau insektisida dan sejenisnya untuk menjaga tanaman mereka hingga panen. Pestisida itu sendiri adalah bahan pencegah atau akrab disapa racun untuk tanaman atau hama yang tidak diinginkan. Tapi pestisida bukan zat pintar yang hanya menyerang objek yang kita inginkan, tapi memberi efek bagi lingkungan, dan sangat sering pestisida menjadi senjata yang memakan tuannya. Jika petani menyemprot tanaman dengan pestisida, itu membuka peluang bagi petani untuk ikut menghirup semburan air yang keluar, ditambah lagi pestisida ikut melengket di pakaian petani, tanah dan lingkungan tempat petani hidup sehari-hari. Mungkin itu penyebab banyak petani yang harus gantung cangkul karena sakit. Petani dulu mungkin belum mengenal pestisida sehingga kesehatan mereka tetap terjaga dan selalu fit, sehingga wajar jika memiliki usia yang panjang. Membasmi tanaman penggangu dengan cara dicabut, diparangi atau dicabik-cabik dengan cangkul, melawan hama tikus dengan ular, atau burung pengganggu padi dengan orangan sawah dan lain-lain.
Zat kimia dan racun berbahaya bagi tubuh, semanis apapun bentuknya. Buah-buahan atau sayuran merupakan sumber vitamin, tapi jika disemprot dengan pestisida maka racun akan menempel pada kulit dan semoga tidak meresap hingga ke daging, untuk mengantisipasi itu maka kita disarankan untuk mencuci terlebih dahulu, namun jika dicuci pakai sabun atau bahan cuci lainnya juga mengandung zat kimia yang juga berbahaya, jika dicuci tanpa sabun hanya dengan air saja, bisa jadi zat racun yang melekat tidak akan hilang.
Berbagai penyakit muncul, memacu munculnya pula berbagai obat-obatan, maka berbahagialah apoteker karena obatnya laris manis. Obat adalah bahan atau zat yang digunakan untuk mencegah atau mengantisipasi penyakit dalam tubuh. Obat kebanyakan menggunakan zat kimia, ada juga racikan dari bahan alami dan disebut obat herbal. Sealami apakah herbal itu, entahlah, saya tidak tertarik untuk mencari tau. Bahan kimia pada obat mungkin secara langsung tidak memberi efek buruk, tapi hampir semua obat memiliki efek samping, misalnya obat batuk yang banyak dijual, biasanya menyebabkan kantuk, dilarang dikonsumsi oleh orang hamil atau anak dibawah umur, artinya obat tersebut adalah obat keras yang bisa memberi efek negatif terhadap orang yang konsumsi jika tubuh orang tersebut tidak mampu menahan kandungan pada obat. Pernah juga ada yang mengatakan bahwa obat itu akan menyebabkan ketergantungan jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu. Atau biasa ada kasus orang overdosis, atau jika obat tidak cocok menyebabkan jantung menjadi berdebar-debar, keringat dingin dan sebagainya. Jika seperti itu maka obat bisa menjadi racun dalam waktu yang bersamaan. Ketergantungan manusia modern pada obat juga sangat tinggi, sehingga sakit sedikit saja selalu mengkonsumsi obat. Sebuah tradisi pengobatan demam dan beberapa jenis penyakit lainnya yang biasa dilakukan di kampung dengan cara tradisonal, namanya "sahatu" cara kerjanya sederhana, demam akan hilang jika kita mengeluarkan keringat, sahatu ini menggunakan uap, dalam wadah seperti panci besar diisi air, daun-daun yang dipercayai memiliki fungsi obat, namanya lupa, kemudian beberapa bahan lainnya. Orang yang sakit harus duduk di bangku menggunakan sarung kemudian panci tersebut diletakkan diantara kaki, sarung harus menutupi seluruh tubuh mulai dari kaki hingga kepala, kemudian batu atau besi yang telah dibakar sebelumnnya hingga panas maksimal sekitar 3 atau 4 buah, dimasukkan ke dalam panci yang berisi air, maka uap akan keluar dengan aroma daun-daun, pasien pun akan mengeluarkan keringat hingga lendir yang ada dihidung akan ikut keluar biasanya. Atau pengobatan penyakit dalam seperti batuk biasanya digunakan tanaman yang sangat pahit, namanya "sambiroto", cukup 3-5 lembar yang direndam dalam gelas berisi air panas, tunggu hingga dingin dan minum, sangat pahit memang, tapi jika dilakukan hingga 3 kali bisa sembuh. Atau sakit perut, mencret atau muntaber biasanya digunakan kunyit hitam yang habis diparut, dicampur air panas kemudian ditapis untuk membuang ampas. Dan masih banyak obat tradisional lainnya.
Tapi seiring perkembangan segala yang berkembang, obat tradisional mulai menghilang, ada juga yang mengonsumsi obat tradisional tapi tidak sembuh, mungkin kualitas obat tradisional juga ikut menurun atau tingkat penyakit orang yang semakin susah untuk disembubkan. Entahlah..
(acc; RS Bayangkara, Maleo 7, 12.55AM)

sumber tabel: http://fygy.wordpress.com/2009/06/18/efek-bahan-kimia-bagi-kehidupan-sehari-hari/

1 komentar:

  1. sambiroto...bagus kalau dicari nama makassar/bugisnya atau paling tidak diupload fotonya...atau bagaimanakah ?

    BalasHapus