Kesalahan saya waktu itu karena tidak sempat menanyakan
siapa namanya. Badannya kurus, lebih kurus dari saya, kulitnya putih dan
rambutnya lurus, katanya dia belum menikah. Dia pernah ke tanah papua merantau
sekitar 7 tahun lamanya, disana dia bekerja sebagai tukang jahit dan menjual
seragam sekolah, kain dia beli dari Australia, katanya lebih murah. Untuk harga
baju seragam SD dia jual sekitar 200 ribu/lembar. Harga jual disana memang
mahal, tapi berbanding lurus dengan biaya hidup. Yaa kita harus pandai-pandai
menabung, jika mengikuti kebiasaan orang sana yang senang berpesta dan
mabuk-mabukan, maka tidak akan ada hasil yang bisa kita bawah pulang dari
perantauan, katanya setengah ngos-ngoson sambil tetap mengarahkan setir motor
di atas jalan yang berbatu.
Saya harus mengakui kehebatan dia mengendarai motor, begitu pun teman-temannya yang lain. lincah dan kuat menahan beban di jalan yang luar biasa menantang. Saya yakin pedrosa atau valentine rossi pun akan mundur jika melihat track ini. Berbatu, sempit, licin, naik turun gunung, dan untung baik kami lalui saat malam sehingga jurang terjal tidak menjadi beban psikologis, yang kelihatan hanyalah siluet gunung dan pohon-pohon yang menjulang tinggi. Gelap berteman udara sejuk, suara burung malam tidak terdengar, digantikan suara knalpot motor yang bergemuruh, sesekali diseligi suara bak mesin motor yang berbenturan dengan batu, sekitar 15 kilometer saya harus memegang besi penyangga sadel agar tidak jatuh, pegangan itupun harus seerat mungkin, duduk agak kedepan dan kepala agak kebelakang, sepertinya itu gaya terjelek saya saat dibonceng, jika saya pindahkan tangan dan memeluk dia, sepertinya kurang bagus, selain akan tambah menyusahkan juga kurang sopan memeluk orang yang belum begitu akrab, meskipun sejenis. Saya sempat tersentak diam dan takut, ketika melihat kuburan di pinggir jalan, tepat di tanjakan terjal dan menikung kira-kira 45 derajat lebih tajam dari 90 derajat, dia pun membunyikan klakson, biasanya itu pertanda izin lewat kepada penghuni tempat sekitar. saya melirik kebelakang, yang kelihatan hanya gelap, melihat ke depan yang kelihatan hanya warna cokelat jalanan basah yang baru saja diguyur hujan dan mengkilap karena terpaan lampu motor. Langsung teringat film-film horor Indonesia, jika tiba-tiba muncul warna putih dengan suaranya yang mendayu-dayu atau ketawa cekikikan. Tapi rasa takut itu hilang saat dia bilang sering melintasi jalan ini sendirian, jam 2 malam dan tidak ada yang mengganggu. Untuk menghilangkan pikiran aneh saya serbu dia dengan pertanyaan.
Merepotkan betul ma ini sama teman-teman ku, jauh-jauh
dijemput, saya memulai lagi perbincangan. Akh tidak apa-apa, ini acara bersama,
yang penting semua bisa berjalan lancar, jawab dia dengan aksen agak melayu. Kenapa
ki belum menikah? Saya mulai masuk hal pribadi. Belum mau, kalau sudah menikah
tidak bebas lagi, ya cukup pacaran saja dulu, katanya sambil ketawa kecil. Tapi
saya tidak pernah pacaran lama, Cuma beberapa minggu saja putus lagi dan cari
lagi yang lain. Wah, berarti banyak pacarta itu di kampung, saya menimpali. Tidak
juga, jawabnya singkat. Saya tidak mau kehilangan pertanyaan, sehingga hal aneh
pun saya tanyakan hingga masalah penghasilan pribadi. Katanya, penduduk di
kampungnya bekerja sebagai petani kopi, cengkeh, cokelat, menyadap getah pohon pinus
dan membuat gula merah dari pohon aren. Memang banyak pohon aren di sepanjang
jalan, berarti disini banyak tuak? Tanya saya lagi. Tidak banyak juga, Cuma beberapa saja dan itu langsung dibuat
gula. Disini orang-orang atau anak muda tidak suka minum tuak, itu pesan orang
tua katanya, tidak boleh mabuk-mabuk dan main judi, tapi kalau pacaran atau
merokok tidak apa-apa, itu masih normal, tapi pacaran itu tidak masuk dalam pesan orang tua. mabuk dan judi bisa menjadi sumber
kejahatan lain, jika orang sudah mabuk maka bisa saja berkelahi dan sebagainya,
atau jika orang main judi dan kalah bisa saja mencuri agar bisa judi lagi. Itu
pesan yang cukup menarik.
Kami istrahat sejenak, berhenti di jembatan terakhir,
betul-betul capek, tangan saya sakit karena terus memegang besi motor agar
tidak jatuh. Tapi semua itu tertutupi oleh perasaan senang bisa menikmati
pengalaman yang seru ini. Sekitar 5 kilometer lagi kita sampai, habiskan 2
batang rokok kemudian jalan lagi. Dari jauh terlihat bendera hias, bahagia rasanya akhirnya sampai di tempat tujuan. Sambutan yang luar biasa,
dijamu dengan baik dan bersahabat. ini pengalaman yang luar biasa.
Terima kasih yang cukup mendalam buat silo’ Riko dan
teman-teman panitia, buat 7 orang yang telah menjemput, dan 7 orang lagi yang
telah mengantar, buat fung … yang dengan baik mengizinkan, menjamu dan memberi fasilitas
untuk menginap di rumahnya, buat seluruh masyarakat umpungeng kab. Soppeng yang
dengan ramah, bersahabat menerima kami untuk ikut menikmati pesta adat, terima
kasih untuk semua senyum kebaikan kepada kami, dan mohon maaf jika ada yang
tidak berkenan dari kami. Acc..
Salam hangat dari kami http://umpungengecovillage.blogspot.com
BalasHapussalam kembali..semoga umpungeng selalu lebih baik kedepan
BalasHapus